Sabtu, 02 Februari 2013

MY FANFIC ^^ - THE MOMENT 2-

Coretan ZIVAN at 2/02/2013 09:01:00 AM

I Wish This is One Shoot Story
"The Moment-2"
(Astoria Greengrass-Draco Malfoy)
By : @nyipinyip


Salju telah turun. Aku memutuskan pergi menggunakan baju yang senyaman mungkin. Mantel bulu berwarna kecoklatan, topi wol senada, dan syal kuning keemasan, cukuplah. The Three Broomstick menjadi pilihanku, setelah beradu argumen yang 'cukup panjang' dengannya. Saturday night, murid-murid Hogwarts pasti akan menghabiskan malamnya di Hogsmeade. Dan kedai-kedai minuman akan penuh sesak. Apalagi kedai milik Madam Rosmerta itu, daripada hanya berdua dengannya, aku lebih memilih berdesak-desakan.
Namun aku salah, The Three Broomstick kali ini sangat sepi. Bukan, ini bukan sepi. Kedai ini sepertinya 'disulap' hanya untuk 'kencan' (kau tak tau bagaimana ekspresi mukaku)-ku dengannya. Lampu yang temaram, perapian yang menyala, taplak taplak meja baru, misletoe dimana-mana, dan apa itu? Mawar merah menghiasi satu buah meja disudut ruangan, lengkap dengan lilin-lilin kecil penghangat suasana. Sial, aku bergumam.

Aku telah menunggu lewat dari 10 menit dari waktu yang ditetapkan. Dan tak nampak tanda-tanda kehadirannya. Madam rosmerta menyuguhkan Butterbeer yang kedua dihadapanku. Dia tersenyum senang. Ah rupanya ada yang bersekongkol kali ini.
Draco muncul pukul 19.15, disaat aku sedang sibuk-sibuknya melihat benda putih mungil turun dari langit di balik jendela.

"Aku tidak telat kan, Astoria?" Draco menyapaku. Sweater rajutan berlambang M besar berwarna hijau tua cocok sekali dengan tubuh tingginya yang tegap. Rambutnya disisir rapi kebelakang, dan tentu saja bau parfumnya yang maskulin menyeruak seantero ruangan. Tak dapat dipungkiri, ia memang telah membuatku terkesan. Aku tersadar telah melihatnya dalam waktu yang cukup lama dan langsung saja kupanglingkan wajahku. Astaga, apa yang aku pikirkan!!!
"Well, mungkin saja jam-mu yang terlalu cepat. Kau sudah lapar?"
Lagi-lagi, ia selalu membuatku kesal.
"Kau datang terlambat Draco, dan kau berusaha untuk membual! Oh, demi jenggot Merlin!" Aku menatapnya tajam.
"Jangan menatapku begitu, Astoria sayang. Aku bisa mati nih". Draco duduk tepat didepanku dan menopang dagunya sambil tersenyum.
Kembali aku mengalihkan pandangan. Aku tak kuat melihat senyuman-maut-khasnya yang akan membuatku mual.
Makan malam ditutup dengan dessert pilihannya, puding ceri saus almond. Aku tak sadar, kami ditemani dengan alunan musik klasik yang berbunyi begitu saja. Dan aku tak tertarik mencari sumbernya.
"Makan malam selesai, aku mau pulang". Aku berniat berdiri tapi Draco mencegahku.
"Tunggu, selesai makan dan kau mau pergi saja? Siapa yang akan membayar?" Draco memasang wajah serius.
Sial, makan malam macam apa ini! Kenapa aku yang harus membayar! Kuambil beberapa galleon dari dompet dan kuletakkan disamping meja. Mukaku merah padam. Laki-laki macam apa dia, gerutuku.
"Lain kali jangan pernah ajak aku makan malam lagi, Poor Draco Malfoy!" Tanganku ditarik kearahnya dan aku masih tertahan duduk.
Draco mengambil galleon-galleon tersebut dan menyisipkan kedalam dompetku.
"Aku ingin memberimu hadiah, sesuatu yang tak pernah kuberikan sebelumnya." Nada bicaranya mulai serius. Ia menggeser kursinya sehingga kini ia tepat disampingku.
Pikiranku menerawang. Hingga tahun kelima ini, sudah tak terhitung berapa banyaknya ia mengirimiku hadiah. Boneka, liontin, coklat, bahkan ia memberiku tiket liburan. Namun, tak satupun dari hadiahnya yang kumiliki saat ini. Aku lebih memilih untuk mengembalikannya.
Aku mulai gugup. Draco semakin mendekatkan wajahnya kearahku. Ditambah lagi dengan suasana yang temaram dan alunan musik klasik nan romantis. Satu lagi, daun-daun misletoe mulai beraksi.





"Kau berharap aku memberimu sebuah ciuman?"
Draco pun terkekeh.
Mukaku merah padam. Oh Tuhan apa yang aku pikirkan! Tentu saja aku tidak berharap demikian. Sial.
"Kau terlalu kepedean Draco Malfoy! Kau pikir siapa dirimu?" Aku berusaha agar nada bicaraku tetap datar.
"Aku? Aku Draco Malfoy, aku kekasihmu". Draco menatap tajam mata coklatku.
"Kau? Siapa?"
"Astoria, aku tau kau suka padaku. Benar begitu?"
"Cukup Draco, aku muak dengan semua bualan dan kepedeanmu. Aku muak!"Aku melemparkan pandangan ke arah jendela. Aku benar-benar sudah muak dengan semua ulahnya. Untuk saat ini, yang aku inginkan adalah pulang ke Hogwarts dan tidur.

Draco menghela nafas. Ia menggeser kursinya lagi dan makin dekat ke arahku. Tangan kanannya menggenggam tanganku. Matanya menatap mataku lekat-lekat. Dan kedua mata coklat kami beradu.
"Astoria, dengarkan aku. Siapa yang selalu ada disampingmu walau kau tak membutuhkannya? Siapa yang selalu memberimu greetings morning tapi selalu kau acuhkan? Siapa yang selalu memberimu hadiah-hadiah kecil tapi selalu kau kembalikan? Berapa banyak undangan makan malam yang kau terima tapi tak pernah sekalipun kau hadiri? Siapa yang rela mengorbankan nyawanya demi dirimu? Siapa yang rela tidak mengikuti Yule Ball karena ditolak olehmu? Dan siapa yang selalu mencintaimu dari pertama kali bertemu di Hogwarts Express hingga tahun kelima ini? Yang secara nyata ia tau bahwa kau tak pernah memikirkannya bahkan untuk sedetikpun!!".
Aku terdiam. Jantungku seakan berhenti. Draco masih menatap mataku. Kali ini aku mendapati pancaran mata yang bukan seperti biasa. Ada sesuatu yang tersimpan dalam mata itu. Aku bisa merasakannya. Sesuatu yang selama ini ia pendam. Sebuah kejujuran yang menyakitkan. Sebuah perasaan yang selalu ingin ia utarakan.

"Dengarkan aku Astoria, akan kuberikan semuanya hanya untuk seorang gadis yang setiap malam aku mimpikan, hanya untuk seorang gadis yang selalu kuganggu setiap saat, hanya untuk seorang gadis yang senyumnya selalu kunantikan, hanya untuk seorang gadis yang saat ini duduk didepanku, apapun itu".

Bolehkah?" Draco makin mempererat genggaman tangannya.
"Bolehkah kuberikan nama belakangku untukmu?"

Bulir-bulir air mata mengalir begitu saja. Hatiku mencelos. Terbayang semua kenangan selama 5 tahun silam. Hogwarts Express, Slytherin's common room, Quidditch, Hogsmeade, Hutan terlarang, kelas ramuan dan semua hal-hal bodoh yang ia lakukan hanya untukku. Benar, memang hanya untukku. Lidahku kelu, seakan berada di titik terbawah dalam hidup. Aku terlalu kejam untuk tidak pernah menanggapinya. Terlalu egois hanya untuk memikirkan diriku saja. Tanpa pernah melihat bahwa ada sesuatu yang nyata setelah 5 tahun ini. Aku terlalu bodoh!
Tiba-tiba saja sebuah mawar putih ia daratkan dihadapanku. Dan segera saja ia berlutut, mengenggam tangan kananku.
"Bolehkah?" Draco berucap lirih.

Aku mengangguk pelan, dan tersenyum. Air mata tak terbendung lagi. Aku menangis sejadi-jadinya. Menangisi kerasnya hatiku selama 5 tahun ini, menangisi seseorang yang tak pernah kenal kata lelah mengejarku. Mengejar untuk meyakiniku. Aku menangis bahagia.

"Akhirnya, kau tersenyum juga, untukku." Draco tersenyum dan mengecup tanganku pelan. Ia mengusap air mataku dengan lembut.
"Sudahlah, kau terlihat konyol, Sayang". Sebuah belaian lembut mendarat di kepalaku dan memudarkan semuanya.


Aku menyandarkan kepala di bahunya. Kami duduk didepan jendela dan melihat butiran-butiran salju bak kapas putih jatuh begitu indahnya. Menceritakan kisah-kisah konyol dan tertawa berdua. Malam kian larut. Lonceng khas Hogsmeade pun berdentang.
"Well, kita harus pulang, Sayang". Draco menatapku.
"Okey, kita memang harus pulang".
Kami beranjak dan berpamitan dengan Madam Rosmerta yang aku-baru-saja-melihatnya-karena-dia-sedari-tadi-menghilang. Dinginnya malam menusuk tulang. Draco mengencangkan ikatan topi dan syalku. Kami memutuskan untuk berjalan daripada ber-apparate hingga gerbang Hogwarts.
Tiba-tiba saja aku teringat akan satu hal.
"Draco, sejak kapan kau bisa berbahasa Prancis?"

0 comments:

Posting Komentar

 

Sebuah cerita ... Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea